Suatu hari ketika terik matahari sudah tidak bersahabat lagi, dan angin seakan menyuruh kita untuk berdiam diri. Seorang tukang gorengan berusaha melawan rasa malasnya dengan tetap berjualan, walau keringat kini membanjiri tubuhnya yang leti.
Perjalanan tukang gorengan ini pun terhenti, tepat di depan suatu mushola yang bisa dikatakan sepi dan tak berpenghuni. Disela waktu ia menyandarkan tubuhnya ke sebuah pohon depan mushola, sesekali ia pun melihat gorengannya yang masih banyak. Lantas terbersit dipikirannya bahwa ia akan berjualan sampai malam, berharap mendapatkan keuntungan untuk dibawa pulang.
Ditengah lamunan tukang gorengan tadi, tiba-tiba langkah kaki dan isak tangis memecah kesunyian kala itu. Alangkah kagetnya tukang gorengan itu seraya berkata “innalillahi wainnailaihi rojiun”. Ternyata warga bergerombol menuju mushola sembari membawa tandu, sebagai isyarat adanya orang yang meninggal. Melihat hal itu tukang gorengan itu pun langsung bergegas mengambil wudhu agar dapat ikut menshalati jenajah.
***
Kini siang telah berganti malam. Hening dan sepi kini menyeruak ke seluruh penjuru desa. Namun dibalik keheningan, seorang marbot mushola dihinggapi mimpi yang begitu nyata. Marbot tersebut bertemu dengan almarhum yang dishalatkan di mushola tadi siang.
Kaget bercampur heran menghampiri benak marbot tadi seraya berkata, “wahai almarhum, apa yang membuat Anda begitu terlihat damai dan bahagia, apakah Alloh SWT memberi kenikmatan surga untukmu?”.
Lalu dengan tenang, almarum itu menjawab, “Kamu memang benar, aku mendapatkan nikmat surga dalam kuburku”.
Marbot itu pun bertanya kembali, “apakah gerangan yang menbuatmu mendapatkan nikmat surga? Apakah shalatmu? Sedekahmu? Atau amal ibadahmu yang lain?”
Almarhum itu pun langsung menjawab pertanyaan marbot tadi. “Sesungguhnya bukan amal ibadahku yang meyebabkan aku mendapatkan kenikmatan ini, semua ini adalah berkat doa seorang tukang gorengan.”
Seketika marbot itu pun terbangun. Keesokan harinya marbot tadi menunggu tukang gorengan yang biasa lewat mushola. Namun hari berganti hari, tukang gorengan itu tak kunjung datang.
***
Suatu hari tibalah jua tukang gorengan yang dinanti marbot tadi. Marbot yang penasaran tentang doa yang dipanjatkan tukang gorengan pun langsung menceritakan mimpi yang pernah dialaminya. Sontak marbot itu pun kaget dengan doa yang dipanjatkan oleh tukang gorengan tadi, bahasa yang digunakan bukanlah bahasa arab atau berasal dari ulama melainkan bahasa tukang gorengan itu sendiri.
Ternyata doa tukang gorengan tadi adalah “Wahai Allah yang maha pengasih lagi maha kaya, sesungguhnya almarhum ini adalah tamu Mu, jikalau dia adalah tamu ku maka aku akan memberikan semua gorenganku untuk memuliakannya”
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari kisah ini. Mungkin untuk kita, doa tersebut terdengar sederhana, namun doa yang tulus dari seseorang tak ternilai harganya. Sehingga janganlah kita meremehkan doa seseorang karena penampilan sipemberi doa. Sejatinya doa yang baik bukan yang panjang dan berbahasa arab tapi doa yang baik adalah doa yang lahir dari ketulusan sipemberi doa.
Sumber: Cuplikan kisah “Lorong Waktu”