Menatapi langit biru
Lelaki itu masih tetap termenung dengan asap mengepul Keluar dari rongga mulut dengan bibir menghitam Berfikir sejenak akan masa lalunya yang kelam Terfikir akan anaknya yang telah lama ia tinggalkan Dalam dingin sebuah rumah berdinding koran Di bawah jembatan Teringat Tangis istrinya yang terisak Dalam kesabarannya yang telah terdesak Hingga akhirnya memilih pergi Menjauh dari penat Meninggalkan kehidupannya yang jauh dari hangat Kini, lelaki paruh baya itu sendiri Tanpa istri, tanpa anak yang dia cintai Kerasnya kehidupan membuat batinnya menghitam Melumatkan sejumput kasih sayang Memberi bekal pada anaknya dengan sebuah kenyataan akan kerasnya kehidupan Lelaki itu sendiri Dalam nafas yang semakin tersenggal Menunggu mati Dalam sepi Karena baginya, jiwa itu telah lama mati Pengarang: Anisa Wijayanti (0800001) Jurusan Pendidikan Matematika UPI |
Menatapi langit biru
Lelaki itu masih tetap termenung dengan asap mengepul
Keluar dari rongga mulut dengan bibir menghitam
Berfikir sejenak akan masa lalunya yang kelam
Terfikir akan anaknya yang telah lama ia tinggalkan
Dalam dingin sebuah rumah berdinding koran
Di bawah jembatan
Teringat
Tangis istrinya yang terisak
Dalam kesabarannya yang telah terdesak
Hingga akhirnya memilih pergi
Menjauh dari penat
Meninggalkan kehidupannya yang jauh dari hangat
Kini, lelaki paruh baya itu sendiri
Tanpa istri, tanpa anak yang dia cintai
Kerasnya kehidupan membuat batinnya menghitam
Melumatkan sejumput kasih sayang
Memberi bekal pada anaknya dengan sebuah kenyataan akan kerasnya kehidupan
Lelaki itu sendiri
Dalam nafas yang semakin tersenggal
Menunggu mati
Dalam sepi
Karena baginya, jiwa itu telah lama mati